Rabu, 17 Agustus 2011

 FUNGSI PARTAI POLITIK
Adapun fungsi partai politik, menurut Sigmund Neumann (1981), ada 4 (empat) yaitu :

1. fungsi agregasi.
Partai menggabungkan dan mengarahkan kehendak umum masyarakat yang kacau. Sering kali masyarakat merasakan dampak negatif suatu kebijakan pemerintah, misalnya kenaikan BBM di Indonesia 1 Oktober 2005 lalu yang demikian tinggi. Namun ketidakpuasan mereka kadang diungkapkan dengan berbagai ekspresi yang tidak jelas dan bersifat sporadis. Maka partai mengagregasikan berbagai reaksi dan pendapat masyarakat itu menjadi suatu kehendak umum yang terfokus dan terumuskan dengan baik.

2. fungsi edukasi.
Partai mendidik masyarakat agar memahami politik dan mempunyai kesadaran politik berdasarkan ideologi partai. Tujuannya adalah mengikutsertakan masyarakat dalam politik sedemikian sehingga partai mendapat dukungan masyarakat. Cara yang ditempuh misalnya dengan memberi penerangan atau agitasi menyangkut kebijakan negara serta menjelaskan arah mana yang diinginkan partai agar masyarakat turut terlibat perjuangan politik partai.

3. fungsi artikulasi.
Partai merumuskan dan menyuarakan (mengartikulasikan) berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu usulan kebijakan yang disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan suatu kebijakan umum (public policy). Fungsi ini sangat dipengaruhi oleh jumlah kader suatu partai, karena fungsi ini mengharuskan partai terjun ke masyarakat dalam segala tingkatan dan lapisan. Bila fungsi ini dilakukan ditambah dengan fungsi edukasi, ia akan menjadi komunikasi dan sosialisasi politik yang sangat efektif dari partai yang selanjutnya akan menjadi lem perekat antara partai dan massa.

4. fungsi rekrutmen.
Ini berarti partai melakukan upaya rekrutmen, baik rekrutmen politik dalam arti mendudukan kader partai ke dalam parlemen yang menjalankan peran legislasi dan koreksi maupun ke dalam lembaga-lembaga pemerintahan, maupun rekrutmen partai dalam arti menarik individu masyarakat untuk menjadi kader baru ke dalam partai. Rekrutmen politik dilakukan dengan jalan mengikuti pemilihan umum dalam segala tahapannya hingga proses pembentukan kekuasaan. Karenanya, fungsi ini sering disebut juga fungsi representasi.
Sedangkan menurut Roy Macridis, fungsi-fungsi partai sebagai berikut: (a) Representatif (perwakilan), (b) Konvensi dan Agregasi, (c) Integrasi (partisipasi, sosialisasi, mobilisasi), (d) Persuasi, (e) Represi, (f) Rekrutmen, (g) Pemilihan pemimpin, (h) Pertimbangan-pertimbangan, (i) Perumusan kebijakan, serta (j) Kontrol terhadap pemerintah. (Macridis : dalam buku karya Ichlasul Amal, Teori-teori Mutakhir Partai
Politik. Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1988).

Jenis - jenis Partisipasi Politik

JENIS – JENIS PARTISIPASI POLITIK

Partisipasi politik sangat terkait erat dengan seberapa jauh demokrasi diterapkan dalam pemerintahan. Negara yang telah stabil demokrasinya, maka biasanya tingkat partisipasi politik warganya sangat stabil, tidak fluktuatif. Negara yang otoriter kerap memakai kekerasan untuk memberangus setiap prakarsa dan partisipasi warganya. Karenanya, alih-alih bentuk dan kuantitas partisipasi meningkat, yang terjadi warga tak punya keleluasaan untuk otonom dari jari-jemari kekuasaan dan tak ada partisipasi sama sekali dalam pemerintahan yang otoriter. Negara yang sedang meniti proses transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi galib disibukkan dengan frekuensi partisipasi yang meningkat tajam, dengan jenis dan bentuk partisipasi yang sangat banyak, mulai dari yang bersifat “konstitusional” hingga yang bersifat merusak sarana umum.
Karena begitu luasnya cakupan tindakan warga negara biasa dalam menyuarakan aspirasinya, maka tak heran bila bentuk-bentuk partisipasi politik ini sangat beragam. Secara sederhana, jenis partisipasi politik terbagi menjadi dua: Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik secara pasti oleh semua warga. Kedua, partisipasi secara non-konvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat yang melakukan partisipasi itu sendiri (PPIM, 2001).
Jenis partisipasi yang pertama, terutama pemilu dan kampanye. Keikutsertaan dan ketidakikutsertaan dalam pemilu menunjukkan sejauhmana tingkat partisipasi konvensional warganegara. Seseorang yang ikut mencoblos dalam pemilu, secara sederhana, menunjukkan komitmen partisipasi warga. Tapi orang yang tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilu bukan berarti ia tak punya kepedulian terhadap masalah-masalah publik. Bisa jadi ia ingin mengatakan penolakan atau ketidakpuasannya terhadap kinerja elite politik di pemerintahan maupun partai dengan cara golput.
Partisipasi politik yang kedua biasanya terkait dengan aspirasi politik seseorang yang merasa diabaikan oleh institusi demokrasi, dan karenanya, menyalurkannya melalui protes sosial atau demonstrasi. Wujud dari protes sosial ini juga beragam, seperti memboikot, mogok, petisi, dialog, turun ke jalan, bahkan sampai merusak fasilitas umum.

1. Partisipasi Politik di Negara Demokrasi
Di negara demokrasi, partisipasi dapat ditunjukan di pelbagai kegiatan. Biasanya dibagi – bagi jenis kegiatan berdasarkan intensitas melakukan kegiatan tersebut. Ada kegiatan yang yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri besar sekali jumlahnya dibandingkan dengan jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan partai atau kelompok kepentingan.
Di Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Prilaku warga Negara yang dapat dihitung itensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang yang menggunakan hak pilihnya ( voter turnout ) disbanding dengan warga Negara yang berhak memilih seluruhnya.
Di Amerika Serikat umumnya voter turnout lebih rendah dari Negara – Negara eropa barat. Orang Amerika tidak terlalu bergairah untuk member suara dalam pemilihan umum. Akan tetapi mereka lebih aktif mencari pemecahan berbagai masalah masyarakat serta lingkungan melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri dengan organisasi organisasi seperti organisasi politik, bisnis, profesi dan sebagainya.

2. Partisipasi Politik di Negara Otoriter
Di Negara otoriter seperti komunis, partisipasi masa diakui kewajarannya, karena secara formal kekuasaan ada di tangan rakyat. Tetapi tujuan yang utama dari partisipasi massa dalam masa pendek adalah untuk merombak masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat modern dan produktif. Hal ini memerlukan pengarahan yang ketat dari monopoli partai politik.
Terutama, persentase yang tinggi dalam pemilihan umum dinilai dapat memperkuat keabsahan sebuah rezim di mata dunia. Karena itu, rezim otoriter selalu mengusahakan agar persentase pemilih mencapai angka tinggi. Akan tetapi perlu diingat bahwa umumnya system pemilihan di Negara otoriter berbeda dengan system pemilihan di Negara Demokrasi, terutama karena hanya ada satu calon untuk setiap kursi yang diperebutkan, dan para calon tersebut harus melampaui suatu proses penyaringan yang ditentukan dan diselenggarakan oleh partai komunis.
Di luar pemilihan umum, partisipasi politik juga dapat di bina melalui organisasi – organisasi yang mencakup golongan pemuda, golongan buruh, serta organisasi – organisasi kebudayaan. Melalui pembinaan yang ketat potensi masayarakat dapat dimanfaatkan secara terkontrol. Partisipasi yang bersifat community action terutama di Uni soviet dan China sangat intensif dan luas. Melebihi kegiatan Negara demokrasi di Barat. Tetapi ada unsur mobilisasi partisipasi di dalamnya karena bentuk dan intensitas partisipasi ditentukan oleh partai.
Di Negara – Negara otoriter yang sudah mapan seperti China menghadapi dilema bagaimana memperluas partisipasi tanpa kehilangan kontrol yang dianggap mutlak diperlukan untuk tercapainya masyarakat yang diharapkan. Jika kontrol ini dikendorkan untuk meningkatkan partisipasi, maka ada bahaya yang nantinya akan menimbulkan konflik yang akan mengganggu stabilitas. Seperti yang dilakuakn oleh China di tahun 1956/1957. Pada saat itu dicetuskannya gerakan “Kampanye Seratus Bunga” yaitu dimana masyarakat diperbolehkan untuk menyampaikan kritik. Namun pengendoran kontrol ini tidak berlangsung lama, karena ternyata tajamnya kritik yang disuarakan dianggap mengganggu stabilitas nasional. Sesuda terjadi tragedy Tiananmen Square pada tahun 1989, ketika itu ratusan mahasiswa kehilangan nyawanya dalam bentrokan dengan aparat, dan akhirnya pemerintah memperketat kontrol kembali.

3. Partisipasi Politik di Negara Berkembang
Negara berkembang adalah negara – Negara baru yang ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar ketertinggalannya dari Negara maju. Hal ini dilakukan karena menurut mereka berhasil atau tidaknya pembangunan itu tergantung dari partisipasi rakyat. Peran sertanya masyarakat dapat menolong penanganan masalah – masalah yang timbul dari perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi, agama dan sebagainya. Pembentukan identitas nasional dan loyalitas diharapkan dapat menunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik.
Di beberapa Negara berkembang partisipasi bersifat otonom, artinya lahir dari diri mereka sendiri, masih terbatas. Oleh karena itu jika hal ini terjadi di Negara- Negara maju sering kali dianggap sebagai tanda adanya kepuasan terhadap pengelolaan kehidupan politik. Tetapi jika hal itu terjadi di Negara berkembang, tidak selalu demikian halnya. Di beberapa Negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi menghadapi masalah bagaimana caranya meningkatkan partisipasi itu, sebab jika tidak partisipasi akan menghadapi jalan buntu, dapat menyebabkan dua hal yaitu menimbulkan anomi atau justru menimbulkan revolusi.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Partisipasi Politik Masyarakat



1. Faktor Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga.

2. Faktor Politik
Arnstein S.R (1969) peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi :

a. Komunikasi Politik.
Komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara aktual
maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik. (Nimmo, 1993:8). Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika (Surbakti, 1992:119)
.
b. Kesadaran Politik.
Kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan
masyarakat dan politik (Eko, 2000:14). Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan atau pembangunan (Budiarjo, 1985:22).

c. Pengetahuan Masyarakat terhadap
Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan akan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil (RamlanSurbakti 1992:196).

d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik.
Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai
kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan tertentu (Arnstein, 1969:215). Kontrol untuk mencegah dan mengeliminir penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik (Setiono,2002:65). Arnstein1969:215), kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan ekspresi politik,
memberikan aspirasi atau masukan (ide, gagasan) tanpa intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat (Widodo, 2000:192), untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan
agenda tuntutan mengenai pembangunan (Cristina, 2001:71).

3. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan Faktor fisik individu sebagai sumber
kehidupan termasuk fasilitas serta ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi dan makhluk hidup, yang berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta lembaga dan pranatanya (K. Manullang dan Gitting,1993:13).

4. Faktor Nilai Budaya
Gabriel Almond dan Sidney Verba (1999:25), Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik (Soemitro 1999:27) atau peradapan masyarakat (Verba, Sholozman, Bradi, 1995). Faktor
nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan politik.

PENYEBAB TIMBULNYA GERAKAN KEARAH PARTISIPASI POLITIK

PENYEBAB TIMBULNYA GERAKAN KEARAH PARTISIPASI POLITIK

Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut :

a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.

c. Pengaruh kaum intelektual dan kemunikasi masa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

d. Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elite, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.

e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.

Hakikat dan Konsep Partisipasi Politik

Hakikat dan Konsep Partisipasi Politik

Penulis meminjam pendapat  Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries, partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Partisipasi sukarela dan mobilisasi hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik.

Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe. Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).

Terbukti banyak Negara-Negara yang sedang berkembang telah mencapai angka pertumbuhan GNP tahunan secara pukul rata melampui target sebesar 5%, menjelang akhir tahun-tahun enam puluhan, akan tetapi dampak dari pertumbuhan itu tidak dirasakan oleh masyarakat, terbukti masih banyak ketimpangan dimana-mana antara sikaya dan simiskin”. Artinya adalah, meningkatnya GNP tidak dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan yang adil, terbukanya peluang yang besar terhadap golongan-golongan masyarakat yang tidak beruntung dalam mengecap pendidikan, dan memperoleh pekerjaan yang produktif .

Dalam urain diatas, penulis juga punya pandangan yang menarik bagaimana tentang pembanguan politik dan ekonomi pada tahun 2011 di era pemerintah SBY. Fenomena ini ternyata hari ini memang terjadi di negeri kita ini, kita dijebak dengan kegembiraan angka-angka yang mengatakan jumlah angka kemiskinan sudah berkurang, dan meningkatnya GDP Indonesia pada tahun 2010, seperti akhir-akhir ini pemerintah selalu memuji keberhasilan ekonomi Indonesia yang mampu  lebih siap menghadapi krisis, pemerintah selalu mengunakan angka-angka terhadap peningkatan GDP pembangunan Indonesia, kondisi ekonomi Indonesia meningkat, artinya pemerintah mencoba menjebak masyarakat dengan angka-angka makro ekonomi. Tetapi pertanyaannya kemudian apakah dengan meningkatkan GDP Indonesia, seolah persoalan ekonomi selesai, ternyata kemiskinan masih ada dimana-mana, penganguran. Memang antara realita dengan idealnya tidak terwujud.

Jika model partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi :

1.      Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
2.      Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
3.      Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
4.      Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
5.      Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
6.      Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini.
Namun yang jelas dalam tulisan ini, pengertian atau definisi partisipasi politik dapat disimpulkan, yang jelas partisipasi politik tidak hanya kegiatan yang oleh pelakunya sendiri tidak hanya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, atau juga kegiatan oleh orang lain diluar sipelaku yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Yang pertama dapat dikatakan sebagai partisipasi otonom, yang terakhir adalah partisipasi yang dimobilisasikan.


Partisipasi Mobilisasi VS Partisipasi Otonom

Apakah mobilisasi dapat diangap sebagai partisipasi politik? Myron Wiener, umpamanya menekankan sifat sukarela dari partisipasi “hadir dalam acara rapat umum atas perintah pemerintah tidak termasuk partisipasi politik”. Seperti warga Negara yang memberikan suaranya dalam pemilu, dimana warga Negara tidak dapat memilih diantara calon-calon.
Perbedaan yang domobilisasikan dan yang otonom, sebenarnya antara partisipasi yang dimobilisasikan dan partisipasi yang otonom, lebih tajam prinsip dari pada dalam realitas. Apakah kegiatan demonstrasi adalah partisipasi yang otonom atau partisipasi yang dimobilisasi?.
Menurut penulis untuk melihat ini tergantung cara pandang kita, bisa partisipasi yang bersifat otonom ketika gerakan demonstrasi benar-benar murni untuk kepentingan tanpa ada yang kemudian menunganginya, tentu berbeda dengan demonstrasi yang dimobilisasikan ketika ada yang membayar untuk memperjuangkan kepentingan seseorang.
Ketika penulis mau membahas bagaimana partisipasi politik pada masa orde baru, yang menimbulkan pertanyaan apakah partisipasi yang otonom atau dimobilisasikan, kalau orde baru penulis lebih cenderung terjadinya partisipasi politik yang dimobilisasikan. Soeharto pada rezimnya memang pembangunan berjalan dengan bagus bahkan GDP kita terbaik di Asia Tenggara ketika itu, namun, Soehato membungkam partisipasi politik. Pembangunan yang top down dari pusat, centralistic, yang menarik lagi desa dipaksakan keseluruh negeri dari Sabang sampai Meroke, konsep desa hanya ada di Jawa, artinya variasi lokal soeharto tidak dimunculkan.
Di era demokrasi sekarang kalau penulis boleh objektif, tingkat partisipasi politik sudah bagus, bahkan dengan adanya otonomi daerah adalah bentuk konkrit dari partisipasi itu sendiri dalam arti yang nyata. Sekali lagi setelah reformasi, system pembangunan politik dan ekonomi sudah terjadi pergeseran,  sekarang partai lokal juga ada di daerah, tidak itu saja, kalau orde baru pembangunan berasal dari pusat, sementara konsep pembangunan sekarang diserahkan atau daerah yang mengelola, bagaimana meningkatkan pendapat belanja daerah misalnya.

Proses Sosialisasi Politik


Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti "keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka", bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting. Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu sebagai berikut.

1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
4. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.

Suatu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut :

1. Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dan tradisi pada umumnya
2. Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.
3. Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.
4. Penyesuaian diri; bergaul dengan balk, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketentraman.
5. Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
6. Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerin­tahan.


Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun sarana alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain :

1) Keluarga (family)
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah di dalam keluarga. Di mulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak, sering terjadi “obrolan” politik ringan tentang segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi tranfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.

2) Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.

3) Partai Politik
Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader maupun simpati-sannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu men-ciptakan “image” memperjuangkan kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu.
Khusus pada masyarakat primitif, proses sosialisasi terdapat banyak perbedaan. Menurut Robert Le Vine yang telah menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat Daya: kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak tersentralisasi dan sifatnya patriarkis. Mereka mempunyai dasar penghidupan yang sama dan ditandai ciri karakteristik oleh permusuhan berdarah. Akan tetapi, suku Neuer pada dasarnya bersifat egaliter (percaya semua orang sama derajatnya) dan pasif, sedangkan suku Gusii bersifat otoriter dan agresif. Anak dari masing-masing suku didorong dalam menghayati tradisi mereka masing-masing.


Pengertian Sosialisasi Politik

Pengertian Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik, merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input system politik yang berlaku dinegara-negara manapun juga baik yang menganut system politik demokratis, otoriter, diktator dan sebagainya. Sosialisasi politik, merupakan proses pembentukan sikap dan oritentasi politik pada anggota masyarakat.

Keterlaksanaan sosialisasi politik, sangat ditentukan oleh lingkungan social, ekonomi, dan kebudayaan dimana seseorang/individu berada. Selain itu, juga ditentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadian seseorang. Sosialisasi politik, merupakan proses yang berlangsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya. Pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap yang diperoleh seseorang itu membentuk satu layar persepsi, melalui mana individu menerima rangsangan-rangsangan politik. Tingkah laku politik seseorang berkembang secara berangsur-angsur.

Jadi, Sosialisasi Politik adalah proses dengan mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap system politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan system politiknya, sekalipun hal ini mungkin bisa terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan pengingkaran terhadap legitimasi. Akan tetapi, apakah akan menuju terhadap stagnasi atau perubahan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak ada legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap system politiknya, maka perubahan mungkin terjadi. Akan tetapi, apabila legitimasi itu dibarengi dengan sikap apatis terhadap system politiknya, bukan tak mungkin yang dihasilkan stagnasi.

Pengertian Sosialisasi Politik Menurut Para ahli

a.       David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization” yaitu Sosilisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi social, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif  dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.
b.      Gabriel A. Almond yaitu Sosialisasi politik menunjukan pada proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh/dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik kepada generasi berikutnya.
c.       Irvin L. Child yaitu Sosialisasi politik adalah segenap proses dengan mana individu, yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi didalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterima olehnya sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.
d.      Richard E. Dawson dkk yaitu Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga Negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
e.       S.N. Eisentadt, dalam From Generation to Generation yaitu Sosialisasi Politik adalah komunikasi dengan dan dipelajari oleh manusia lain, dengan siapa individu-individu yang secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum. Oleh Mochtar Mas’oed disebut dengan transmisi kebudayaan.
f.       Denis Kavanagh yaitu Sosialisasi politik merupakan suatu proses dimana seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.

Minggu, 14 Agustus 2011

Crazy Kart

Haha kembali lagi dengan gua ya gan semoga ga bosen². gua mau berbagi lagi game 
online 
indonesia yang pernah gua mainin dan membuat gua sampe pengen terus maininnya 
gan nih :
Crazy Kart 2

Crazy Kart 2 adalah game balapan online yang memiliki fitur - fitur yang sangat 
berbeda dari game online racing yang lainnya. Crazy Kart 2 memiliki fitur - fitur yang 
lebih banyak 
dibanding pendahulunya yaitu Crazy Kart.

Banyak fitur - fitur baru pada Crazy Kart 2 yang akan membuat pengalaman kamu dalam 
bermain semakin seru dan menyenangkan. Pada Crazy Kart 2 ini terdapat fitur Boss Battle Race
 yaitu fitur dimana kamu dan teman - teman kamu dapat bersama - sama untuk mengalahkan 
Boss. Juga terdapat fitur misi yang lebih banyak dan bervariasi yang bisa kamu selesaikan 
sendiri atau bersama teman - teman kamu.
So.. bersiaplah untuk merasakan sensasi balapan online yang Extreme dan mene
gangkan di Crazy Kart 2 dengan jutaan teman - teman di Indonesia.
Fitur - Fitur Crazy Kart 2
Crazy Kart 2 memiliki banyak sekali fitur - fitur yang tidak akan membuat kamu 
bosan untuk memainkannya. Kamu bisa mengalahkan Boss dalam mode Boss battle 
race yang
 bisa kamu lakukan sendiri atau bersama - sama dengan teman kamu.
   


Mobil - Mobil yang super
 keren dan super cepat.
Tersedia ratusan macam mobil kesukaanmu mulai dari sedan, jeep, bis, truk, mobil 
balap, SUV, dan mobil-mobil keren lainnya.
Akan ada ratusan mobil yang super keren dan super cepat yang bisa kamu mainkan
 di Crazy Kart 2, tidak hanya itu kamu juga bisa mengupgrade kemampuan dari mobil
 yang kamu miliki dengan berbagai item yang bisa meningkatkan performa mobil kamu.

Peta Balapan yang bervariasi
Taklukan semua medan balapan yang ada di Crazy Kart 2 mulai dari track 
jalanan, offroad, pegungungan, Sirkuit balapan, track futuristik dan masih banyak 
lagi yang bisa kamu temukan di Crazy Kart 2.


FOR LINK :